Orang-orang yang merugi saat Idul Fitri


Syauqisubuh-
Peringatan Idul Fitri adalah moment yang paling di tunggu dan banyak sekali diantara kita yang yang merayakan dengan penuh suka  cita berkumpul bersama sanak keluarga. Namun ada beberapa perkara dan hal yang mengakibatkan seseorang mendapatkan kerugian karena perbuatannya, siapa saja kah mereka?
Kita berharap, kita tidak termasuk di dalamnya dan selamat dari sifat-sifat jelek yang ada.  
*Yang belum sadar shalat fardlu hingga Idul Fitri*
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ

_“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.”_ *(HR. Muslim, no. 82)*

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan,
“Jika seseorang meninggalkan shalat, maka tidak ada antara dirinya dan kesyirikan itu pembatas, bahkan ia akan terjatuh dalam syirik.” *(Syarh Shahih Muslim, 2:64)*
*Yang belum pernah menginjakkan kakinya di masjid hingga Ramadan usai*
Padahal jika kita dalam keadaan sehat, punya penglihatan yang jelas, tidak ada penghalang untuk ke masjid tentu wajib untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, 
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’
Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Namun ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya,

هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟
_‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’_ Ia menjawab, _’Ya.’_
Beliau bersabda,

_‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’_ *(HR. Muslim, no. 503)*

*Yang memikirkan ibadah hanya di bulan Ramadan saja*
Di antara ulama dahulu, ada yang bernama Bisyr pernah menyatakan,


بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang shalih yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun.” *(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 390)*
Kita diperintahkan itu sampai mati, bukan hanya di bulan Ramadan saja, bukan hanya Ramadoniyyun saja.
Allah Ta’ala perintahkan,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

_“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu kematian.”_ *(QS. Al-Hijr: 99)*

*Menuruti anak dalam perkara maksiat untuk memeriahkan Idul Fitri*
Ada yang menuruti anak dalam hal maksiat seperti memberikan alat musik, petasan, dan hal-hal mudarat serta haram lainnya. Dari sisi petasan untuk memeriahkan hari raya, di dalamnya tak ada manfaat sama sekali. Yang ada hanya suara bising yang mengganggu orang lain.
Dalam ajaran Islam yang dituntunkan adalah seperti disebutkan dalam hadits,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

_“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”_ *(HR. Bukhari, no. 10 dan Muslim, no. 41).*

Bermain petasan sama saja dengan membakar uang. Perbuatan ini termasuk *tabdzir* (menyalurkan harta untuk tujuan yang haram).
Tabdzir itu termasuk mengikuti langkah setan sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

_“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.”_ *(QS. Al Isro’: 26-27).*

*Sibuk meminta maaf pada manusia, namun tak peduli dosanya pada Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki)*

Banyak yang saat Idul Fitri minta maaf kepada manusia, namun tak pernah ia meminta maaf kepada Allah.
Ia terus saja meninggalkan shalat, atau shalatnya bolong-bolong dan itu berlanjut hingga Ramadan, kemudian berlanjut ba’da Ramadan.
Seharusnya kita segera bertaubat.
Dosa terkait hak Allah harusnya kita dahulukan untuk mendapatkan maaf dan ampunan Allah.
Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
_“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”_ *(QS. Ali Imran: 135)*
*Membahagiakan teman dengan maksiat, seperti mengajak mabuk-mabukkan*
Yang tepat adalah membahagiakan orang lain dengan mendukung dalam hal ibadah atau minimal perkara mubah, bukan dalam maksiat.
Bagaimana caranya?
Yaitu bisa dengan membantu urusannya, bisa dengan bersedekah untuknya, bisa dengan memberi hadiah, dan semacamnya.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ

_“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.”_ *(HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).* 

*Masih muda hanya memikirkan kesenangan, tanpa memikirkan ibadah sama sekali, malah seringnya durhaka pada orang tua*

Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

_“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.”_ *(HR. Tirmidzi, no. 2417, dari Abi Barzah Al-Aslami. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).*

Padahal bulan Ramadan itu penuh ampunan dan rahmat, sehingga jika keluar dari Ramadan, keadaan seharusnya adalah mendapatkan banyak ampunan lewat amalan puasa, shalat tarawih, shalat pada malam lailatul qadar, dan membayar zakat fitrah.
Qatadah mengatakan,

“Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit diampuni.” *(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 370-371)*

Ulama mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat Id di tanah lapang,
“Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.” *(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 366)*
Apa yang harus kita lakukan ba’da Ramadan adalah berusaha istiqamah, berdoa agar amal kita diterima, dan berharap agar bisa lagi berjumpa dengan Ramadan berikutnya.
Sebagian ulama sampai-sampai mengatakan,
“Para salaf biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima.”  
  • 🌐 diringkas dari serial khutbah Rumaysho.com
  • ✍🏼 Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, Msc.

Leave a Comment