Syauqisubuh- Mudik di Indonesia adalah fenomena yang menarik. Ketika mendengar kata mudik, yang terbayang adalah suasana lebaran. Mudik adalah pulang ke kampung halaman pada saat lebaran. Bila pulang kampung bukan saat lebaran, jarang orang menyebutnya mudik.
Fenomena ini nyata terlihat, karena pada suasana menjelang lebaran banyak hal-hal tidak seperti hari biasanya, seperti yang saya alami. Ibu mendadak sibuk dengan bahan adonan kue kering di dapur. Ayah yang tidak sekali dua kali menandatangani penerimaan parsel. Kakak yang tiba-tiba pulang kerja membawa beberapa toples berisi kue yang di beli dari temannya. Fenomena ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum saya lahir. Rasanya ada yang kurang kalau lebaran dilewatkan dengan tidak mudik. Mudik sudah menjadi rutinitas yang selalu berulang. Keharusan bagi tiap keluarga untuk pulang ke kampung halaman ketika saat atau menjelang lebaran.
Keharusan mudik ini disebabkan karena adanya urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Seperti ayah saya, pekerjaannya mengharuskannya tinggal di Jakarta, yang artinya menjauh dari kampung halamannya. Saya kira demikian dengan para pemudik lain, mereka adalah orang-orang yang mungkin terpaksa meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja, sekolah, atau faktor lainnya.
Kenapa mereka mudik?
Sepengetahuan saya ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka mudik, di antaranya karena faktor kerinduan pada kampung halaman, bersilaturahmi, mengunjungi sanak saudara atau teman sekampung, menyekar ke makam keluarga atau hanya sekedar menjalankan tradisi.
Faktor-faktor tersebut wajar muncul. Kerinduan pada kampung halaman terjadi karena suasana kampung yang tidak didapatkan di kota. Di kota, orang cenderung sibuk dengan rutinitasnya. Karena tuntutan pekerjaan yang sama, orang akan mudah merasa jenuh. Selain itu, di kota macet sudah menjadi hal yang biasa, membuat fisik dan pikiran lelah. Orang kota pun biasanya memiliki jadwal yang padat, bahkan setiap waktunya telah diagendakan. Hingga tak ada waktu untuk sendiri, sekedar merefleksikan diri.
Selain kerinduan pada kampung halaman, bersilaturahmi adalah faktor penentu lain. Bersilaturahmi adalah mengingat tali persaudaraan. Bersilaturahmi menjadi sangat penting, karena untuk meyakinkan diri bahwa seseorang yang telah tersakiti hatinya telah memaafkan. Ini biasanya bila telah berjabat tangan, saling memaafkan.
Menyekar ke makam keluarga merupakan faktor pengikat orang untuk mudik. Menyekar adalah satu kegiatan yang dipercaya orang, termasuk keluarga saya, untuk mengingat peristiwa kematian. Ini menjadi penting karena biasanya dilakukan pada saat lebaran, ketika orang-orang keluar dari rutinitasnya sehari-hari.
Selain faktor-faktor di atas, ada juga sebagian pemudik yang menjadikan mudik hanya sekedar tradisi. Ini karena tidak adanya pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan, tidak mengetahui makna setiap kegiatan lebaran yang dijalaninya. Menjadikan mudik sebuah keharusan yang dilaksanakan setiap tahunnya.
Tujuan Mudik
Kampung halaman sebagai tujuan mudik merupakan tempat dilahirkan atau dibesarkannya seseorang. Biasanya kampung halaman terletak di kampung, desa atau kota yang lebih kecil dari tempatnya menetap sekarang. Misalnya menetap di Jakarta, Surabaya, Bandung dan kampung halamannya Banyumas, Indramayu, Kelaten.
Pengertian kampung halaman bukan hanya seperti pengertian di atas, tapi pun bisa mempunyai pengertian yang lebih luas atau pun sebaliknya. Tradisi mudik untuk yang telah berkeluarga biasanya tidak hanya pergi ketempat yang dilahirkannya. Untuk pasangan suami-istri yang kampung halamannya berjauhan, biasanya bergantian setiap tahunnya, misalnya tahun ini ke kampung suami dan tahun depannya ke kampung istri. Berbeda dengan pasangan yang kampung halamannya berdekatan. Dalam sekali lebaran bisa ke kedua tempat berbeda, misalnya menetap di Jakarta, kampung halaman istri di Bogor dan suami di Bandung.
Mudik di keluarga saya termasuk yang dapat dikunjungi dalam satu waktu. Keluarga saya menetap di Jakarta, kedua orang saya lahir dan dibesarkan di Bandung, bahkan satu kampung.
Saat-saat Mudik
Secara resmi lebaran hanya libur dua hari, yaitu 1 dan 2 Syawal. Tapi pada kenyataannya tidak seperti yang tercantum di kalender. Liburan biasanya berlangsung seminggu sebelum dan sesudah lebaran, makanya dikenal istilah H- dan H+. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, peristiwa mudik tidak menjadi hal biasa. Maka demikian juga dengan saat-saat mudik. Di media massa baik media maupun televisi mendadak siaran berbau serba tentang lebaran. Mulai dari silaturahmi para artis, pejabat atau tokoh-tokoh penting menjadi sorotan seputar kegiatannya berlebaran. Media massa dan televisi pun memberi berita daerah-daerah yang rawan macet. Ini berguna untuk para pemudik yang akan pergi ke daerah rawan macet agar dapat menemukan alternatif jalan.
Proses Mudik
Mudik yang saya alami biasanya adalah sebagai berikut: kami sekeluarga berkemas untuk beberapa hari menginap di kampung halaman. Biasanya H-2 kami pergi mudik dengan naik kendaraan mobil, karena kampung kami dapat di tempuh dengan menggunakan mobil, begitu pula dengan banyak pemudik lain. Namun dengan pemudik yang tidak memiliki kendaraan, biasanya menggunakan bus atau kereta yang tiketnya telah di pesan dari jauh-jauh hari mudik. Begitu pun dengan pemudik yang naik kapal feri, mereka harus rela mengantri tiket dari jauh-jauh hari dan mengantri dari pagi untuk dapat pergi mudik, demi ke kampung halaman.
Perjuangan para pemudik tidak hanya membeli tiket. Mereka harus rela mengantri dari pagi untuk dapat masuk kereta atau kapal jam siang, bahkan malam. Karena biasanya kedua kendaraan itu ketika musim mudik menyediakan tiket melebihi hari biasa, namun tempat tidak sebanyak yang dibutuhkan. Akibatnya banyak penumpang yang harus rela duduk di toilet kereta api atau duduk di sekoci kapal.
Setelah sampai di kampung halaman dan berlebaran di sana, mereka harus kembali berjuang untuk dapat kembali ke kota tempat tinggalnya. Kembali, perjuangan membeli tiket dan masuk kendaraan berulang.
Baca Juga
Sesak, bau, tak menjadi halangan untuk dapat berlebaran dengan orang-orang yang dicintai. Ini adalah contoh dari proses mudik kalangan menengah ke bawah. Berbeda dengan kalangan atas, yang dapat menikmati perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang atau kereta api kelas bisnis, tentu sebaliknya. Tiket dapat dipesan dengan on-line, tidak perlu repot mengantri. Tiket pesawat atau kereta api kelas bisnis tentunya menyediakan tempat yang nyaman, jumlah kursi sesuai dengan jumlah tiket yang dijual.
Walau jauh berbeda, namun kedua hal ini memliki kesamaan, yaitu tujuan kampung halaman untuk berlebaran. Cara manapun yang dipilih tentu yang terpenting dapat sampai dan pulang dengan selamat untuk dapat merayakan lebaran bersama orang terkasih.